#

”NYERI, BERKAH APA MUSIBAH..?” bersama dr. Rellig Maret Suhanda, Sp.An

#admin 23 January 2025

Madiun 23 Januari 2025,

Nyeri merupakan pengalaman yang universal, namun persepsi terhadapnya dapat sangat bervariasi. Dalam diskusi mendalam dengan dr. Rellig Maret Suhanda, Sp.An, seorang dokter spesialis anestesi di RSI Siti Aisyah Madiun, kita mengupas tuntas tentang dua sisi dari nyeri: sebagai berkah dan sebagai musibah.

Nyeri sering kali dianggap sebagai musibah karena:

- Dampak Fisik dan Emosional: Nyeri dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan menurunkan kualitas hidup. Banyak pasien mengalami depresi dan kecemasan akibat nyeri yang berkepanjangan.

- Kondisi Medis: Penyakit seperti fibromyalgia, arthritis, dan kanker dapat menyebabkan nyeri kronis yang sulit diobati, mengakibatkan penderitaan fisik yang signifikan.

- Trauma dan Kecelakaan: Nyeri akut akibat cedera fisik atau kecelakaan bisa sangat mengganggu dan membutuhkan penanganan darurat.

dr. Rellig menekankan bahwa nyeri yang tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan komplikasi lebih lanjut, baik secara fisik maupun mental, menjadikannya musibah yang harus dihadapi dengan serius.

Sebaliknya, ada juga pandangan bahwa nyeri bisa menjadi berkah, antara lain:

- Sinyal Peringatan: Nyeri berfungsi sebagai sinyal dari tubuh bahwa ada masalah yang perlu diperhatikan, mendorong individu untuk mencari diagnosis dan perawatan medis.

- Peluang untuk Pertumbuhan: Pengalaman nyeri dapat menjadi titik balik yang mendorong individu untuk lebih menghargai kesehatan, merubah gaya hidup, dan meningkatkan kesadaran diri.

- Proses Penyembuhan: Dalam beberapa kasus, nyeri pascaoperasi misalnya, bisa menjadi bagian dari proses penyembuhan yang menunjukkan bahwa tubuh sedang dalam tahap pemulihan.

Menurut dr. Rellig, dengan pendekatan yang tepat, nyeri dapat dikelola sedemikian rupa sehingga tidak hanya menjadi beban, tetapi juga memberikan pembelajaran dan kesempatan untuk perbaikan diri.

Nyeri memiliki dua sisi: berkah dan musibah. Persepsi ini sangat bergantung pada pengalaman individu dan cara penanganannya. Diskusi dengan dr. Rellig Maret Suhanda memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana kita bisa melihat nyeri dari berbagai sudut pandang.

Dengan pendekatan medis yang tepat dan dukungan, nyeri bisa dikelola, membuka jalan bagi kehidupan yang lebih baik dan lebih berarti.Penanganan nyeri kronis dengan obat obatan dalam jangka lama mengakibatkan efeksamping pada lambung , ginjal, liver dan lain lain. Sehingga diperlukan metode pengananan nyeri minimal invasif dengan intervensional pain. Yaitu mengobati nyeri langsung pada saraf penyebab nyerinya. Intervensi pain dengan menyuntikkan obat2an ke pusat nyeri nya dengan tuntunan usg maupun c arm. Bahkan pada kasus tertentu bisa menggunakan radiofrekuensi untuk abalasi atau regenerasi saraf.

Pelayanan kasus nyeri kronik kedepan akan lebih paripurna dengan pain intervensi. Pasien dengan nyeri kronik akibat kangker maupun nyeri nyeri lain dari kepala sampai ujung kaki akan sangat terbantu dengan intervensi nyeri. Sehingga kwalitas hidup akan meningkat.(MJK)